Jumat, 27 November 2015

Sejarah Asal Usul Tarian Baksa Kembang dari Kalimantan





Sejarah Tari Baksa Kembang - Tarian ini adalah tarian klasik yang dulunya muncul dan berkembang di keraton Banjar. pada msa keraton an banjar Tarian baksa Kembang di lakukan oleh para Puti - Putri dari Keraton tersebut.seiring berjalannya waktu tarian ini mulai menyebar ke seluruh pelosok Keraton banjar dan panarinya adaah para Galuh dari Keraton Banjar.
Tarian ini dipertunjukkan dengan tujuan untuk menghibur keluarga Keraton dan untuk menyanbut kedatangan para tamu agung dari negeri tetangga.pdada saat ini fungsi dari tarian ini tak jauh berbeda yaitu untuk menyambut pra tamu nasional atau kenegaraan yang berkunjung.dan adpa ppula yang mempertunjukkan tarian ini pada saat pesta keluarga,seperti Pernikahan,Khitanan dan lain sebagainya.
Adapun aksesoris yang sering digunakan dalam tarian ini atara lain kalau untuk di akai di tangan mereka menyebutnya dengan kembang Bogam yaitu merupakan rangkaian dari berbagai jenis bunga diantaranyaKbunga mawar,bunga kantilbunga melati,dan bunga kenanga.Dimana Kembang Boga ini nantinya akan di hadiahkan kepada para tamu kehormatan yang saat itu hadir.
Secara umum tarian ini menggambarkan Para Putri yang anggun, cantik yang sedang bermain - main di taman bunga yang dengan riangnya mereka memetik bunga - bunga itu lalu membawanya dengan menari - nari dengan sambil dirangkai menjadi kembang bogam.
Tarian baksa Kembang juga memakai Mahkota yang disebut dengan Mahkota Gajah Gemuling yang di tatah oleh Kembang Goyang dengan seuntai Kembang bogam kecil berukuran kecil di atasnya dan dengan seuntai anyaman yang terbuat dari daun kelapa muda yang disebut Halilipan.
Jumlah penari dari Tarian Baksa Kembang sendiri biasanya berjumlah ganjil.dimana saat menari mereka di iringi dengan gamelan yang beriarama lagunya yang sudah baku,yaitu seperti Lagu Ayakan danJangklong atau sering disebut Kambang Murni.
  Jenis atau Versi Tarian Baksa Kembang ini beragam menurut keturunan maasing - masing mempunyai gaya tersendiri,namun tak menghilangkan dari ciri khas tarian itu sendiri.adapun ciri khas dari tarian Baaksa Kembang itu sendiri adalah  Lagureh,Tapung Tali,Kijik,Juanang.

Tari Radap Rahayu Dari Kalimantan Selatan



Kalimantan selatan memiliki berbagai kesenian tari tradisional yang unik. Salah satu tarian tradisional yang terkenal adalah Tari Radap Rahayu.

Apakah Tari Radap Rahayu itu ? yuk kita cari tahu di sini.
Tari Radap Rahayu adalah kesenian klasik dari Banjarmasin, Kalimantan selatan. Tarian ini merupakan salah satu tarian untuk penyambutan tamu sebagai tanda penghormatan. Nama Tari Radap Rahayu di ambil dari kata radap atau beradap - adap yang berarti bersama sama atau berkelompok. Sedangkan rahayu berarti kebahagiaan atau kemakmuran.

Tarian ini awalnya merupakan salah satu tarian yang bersifat ritual bagi masyarakat Banjarmasin. Tarian ini merupakan tarian penolak bala untuk meminta keselamatan dari segala  mara bahaya. Tari Radap Rahayu awalnya hanya di tampilkan dalam acara adat seperti perkawinan, kehamilan, kelahiran dan juga acara kematian. Namun seiring dengan perkembangan tarian ini tidak hanya untuk acara ritual saja, namun juga sebagai hiburan masyarakat.

Gambar: Penari Radap Rahayu
Menurut sejarah nya, tarian ini berasal dari peritiwa pulangnya patih lambung mangkurat dari kunjungannya ke kerajaan maja pahit. Ketika akan memasuki sungai barito, kapal mereka pun kandas sehingga kapal mereka oleng dan hampir terbalik. Dalam situasi itu membuat patih lambung mangkurat memuja bantam atau meminta pertolongan pada Tuhan agar mereka di selamatkan. Tidak lama setelah memuja bantam, turunlah tujuh bidadari ke atas kapal kemudian mengadakan upacara beradap – adap. Setelah kapal terselamatkan, bidadari pun kembali ke kayangan dengan gerakan yang sama dengan gerakan terbang layang pada Tari Radap Rahayu. 

Gerakan dalam Tari Radap Rahayu selalu di awali dengan gerakan terbang layang yang menggambarkan bidadari yang turun kayangan langit dan di akhiri dengan gerakan ini lagi yang menggambarkan bidadari kembali ke kayangan. Beberapa teknik gerakan lain diantaranya adalah limbai kibas, dandang mangapak, mendoa (Sesembahan), mambunga, alang manari, lontang penuh, lontang setengah, gagoreh srikandi, mantang, tarbang layang, mendoa, membunga, tapung tawar, puja Bantam, angin tutus. 

Pada saat pertunjukannya penari menari di balut dengan busana yang di sebut dengan baju layang dengan selendang yang di guganakan untuk menari seakan melukiskan keindahan seorang bidadari. Selain itu penari juga di lengkapi dengan cepu sebagai tempat beras kuning dan bunga rampai di tangan kiri untuk gerakan ritual. Dalam pertunjukannya, penari juga di iringi dengan iringan musik dan nyanyian syair. 

Gambar : Pertunjukan Tari Radap Rahayu
Dalam perkembangannya, Tari Radap Rahayu juga sempat mengalami kepunahan. Berawal dari berakhirnya kerajaan dwipa,tarian ini kembali di populerkan oleh seniman kerajaan banjar bernama pangeran hidayatullah. Namun kembali hilang ketika perang banjar saat mengusir penjajah belanda dari Banjarmasin. Pada tahun 1955 tarian ini kembali di bangkitkan oleh seorang budayawan bernama Kyai Amir Hasan Bondan melalui kelompok tari bernama PERPEKINDO di Banjarmasin dan masih di lestarikan hingga saat ini.

Tari Radap Rahayu masih bisa kita temukan di berbagai acara penyambutan tamu, acara adat dan festival budaya. Tari Radap Rahayu juga masih di lestarikan di berbagai sanggar kesenian di Banjarmasin, Kalimantan selatan. Tentunya banyak kreasi yang di tambahkan di setiap pertunjukannya agar pertunjukan terlihat menarik, tapi tetap tidak meninggalkan pakem aslinya.

Nah cukup sekian pengenalan tentang  Kesenian Tari Radap Rahayu dari Kalimantan selatan. Semoga dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.

Rukun Wudhu


Rukun Wudhu ada enam

1. Niat.
2. Membasuh muka (wajah).
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku.
4. Membasuh sebahagian kepala.
5. Membasuh dua kaki sampai dua mata kaki.
6. Tertib.

Niat itu keinginan mengerja sesuatu beserta di iringi dengan mengerjakan nya.Tempat nya niat itudalam hati.Dan melapalkan niat itu hukum nya sunnat dan waktu nya ketika membasuh pertama dari muka.

Tertib yaitu bahwa tidak mendahulukan satu anggota atas anggota yang lain nya,atau dengan kata lain berturut turut.

Air ada yang sedikit ada yang banyak,yang sedikit itu air yang tidak sampai 2(dua) kullah,dan yang banyak yaitu yang jumlah nya 2(dua) kullah atau lebih.

Adapun ukuran 2(dua) kullah menurut mazhab Imam Syafi'i ada yang berpendapat 80 cm3,sementara yang lain nya mengatakan kurang lebih sekitar 216 liter.dan bila di ukur dengan wadah yaitu ukuran 60cm x 60 cm x60 cm.

Bila tidak mencapai 2(dua) kullah maka untuk mengambil wudhu tidak boleh langsung dengan anggota badan,melain kan memakai alat seumpama gayung.Karena air yang sedikit menjadi najis ia dengan kejatuhan satu najis pada nya,sekalipun tiada berubah air tersebut.
Dan air yang banyak tiada najis ia kecuali apabila berubah rasanya,atau warnanya,atau bau nya.

Cara Mandi Junub (Wajib) yang Benar dan Penyebabnya




Ketika membaca artikel cara mandi junub ini tolong diperhatikan kesamaan warna tulisan karena menunjukkan bahwa keduanya adalah sama atau berkaitan, jika ingin pembahasan yang lebih ringkas, silahkan baca artikel panduan mudah mandi janabah

Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi
Satu : Keluarnya mani dengan disertai syahwat.
Baik pada laki-laki atau perempuan, dalam keadaan tidur maupun terjaga.

Dalil tentang syarat "keluarnya mani" 
1. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata : "apakah wajib atas seorang wanita untuk mandi bila dia bermimpi?. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjawab : Iya bila ia melihat adanya air mani” [1]

2. Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Air itu hanyalah karena air”. [2]
Maknanya adalah air untuk mandi itu menjadi wajib hukumnya untuk diguyurkan ke tubuh karena keluarnya air mani dari tubuh tersebut, jika tidak keluar maka tidak wajib mandi,,, Sehingga
1-Kalau seseorang tidur dan bermimpi dan melihat ada mani yang keluar, maka wajib mandi
2-Kalau seseorang tidur dan bermimpi tetapi tidak melihat adanya mani yang keluar, maka tidak wajib mandi

3-Kalau seseorang tidur dan tidak bermimpi dan dia melihat ada mani yang keluar, maka dia wajib mandi

4-
Kalau seseorang tidur dan tidak bermimpi dan tidak melihat adanya mani yang keluar maka dia tidak wajib mandi

5-
Kalau seseorang dalam kondisi tidak tidur (terjaga) dan keluar mani disertai syahwat maka dia wajib mandi.

6-
Kalau seseorang dalam kondisi tidak tidur (terjaga) dan keluar mani tidak disertai syahwat maka tidak wajib mandi (semisal karena kedinginan atau penyakit) pada hal ini ada perbedaan pendapat tentang kewajiban mandinya.


Dalil tentang syarat "disertai syahwat"

Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu : “Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : Jika kamu memancarkan mani dengan kuat) maka mandilah janabah dan jika tidak (keluar dengan kuat), maka tidak wajib mandi.
Dan dalam lafazh yang lain : “Jika kamu melihat mani yang memancar dengan kuat maka mandilah”.
Dan dalam lafazh yang lain : “Jika kamu memancarkan mani dengan kuat maka mandilah”[3]

Sisi pendalilan : Mani itu hanya bisa keluar dengan kuat dan memancar jika disertai syahwat, sehingga jika mani keluarnya tidak disertai dengan syahwat maka tidak wajib mandi, contohnya keluar mani karena kedinginan atau karena sakit dan yang semisalnya.

Dua : Bertemunya kemaluan suami dan istri walaupun tidak keluar mani.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Apabila seseorang duduk antara empat bagiannya (tubuh perempuan) kemudian ia bersungguh-sungguh [yakni melakukan hubungan suami-istri] maka wajib baginya untuk mandi.
Dan salah satu riwayat dalam Shohih Muslim “walaupun tidak keluar”. [4]

Kata Imam An-Nawawy [5] : Makna hadits adalah kewajiban mandi tidak  sebatas hanya karena keluarnya mani, tetapi kapansaja kemaluan laki-laki tenggelam dalam kemaluan wanita maka wajib atas keduanya untuk mandi.---(meskipun tidak keluar mani, pen)

Ada kontradiksi?: Hadits Abu Sa’id menyatakan jika keluar mani maka wajib mandi, jika tidak keluar maka tidak wajib mandi. Sedangkan hadits Abu Hurairahwalaupun tidak keluar mani tetap wajib mandi.

Jawaban: Terkhusus untuk hukum dalam hubungan pasutri (jima') hadits Abu Hurairah telah memansukh (menghapus) hukum yang ada pada Hadits Abu Sa’id (jima' yang tidak mengeluarkan mani, tidak wajib mandi).

Hal ini diperjelas oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu:
Sesungguhnya mandi (hanya akan menjadi wajib, pen) dengan sebab keluarnya air mani adalah rukhshoh (keringanan) pada awal Islam. Kemudian sesudah itu, kami diperintahkan untuk (tetap) mandi (meskipun tidak keluar mani, pen) ”[6]

Tiga : Perempuan yang suci dari Haid dan Nifas.
Adapun haid, dalil-dalilnya sebagai berikut :
a. Firman Allah Ta’ala
“Jika mereka telah suci maka datangilah mereka sesuai dengan apa yang Allah perintahkan kepada kalian “.[7]

Kata Imam An-Nawawy : Sisi pendalilan dari ayat adalah bolehnya suami menjima’ isteri-isterinya (atau budaknya) dan tidaklah boleh dijima' kecuali dengan mandi (terlebih dahulu, dan ada kaidah, pen) apa-apa yang membuat tidak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka perkara itu ikut menjadi wajib.[8]
Maksudnya: telah suci adalah syarat wajib dan kesucian itu tidaklah sempurna kecuali dengan mandi, maka mandi itu ikut menjadi wajib supaya boleh berjima'.

b. Hadits ‘Aisyah tatkala Nabi berkata kepada Fatimah binti Abi Hubeisy :
“Jika waktu haid datang maka tinggalkanlah sholat dan jika telah selesai maka mandilah dan sholatlah”. [9]

c. Ijma’
Kata Imam An-Nawawy : Ulama telah sepakat tentang wajibnya mandi karena sebab haid dan sebab nifas dan di antara yang menukil ijma’ pada keduanya adalah Ibnu Mundzir dan Ibnu Jarir dan selainnya [10]
Kata Ibnu Qudamah : tidak ada perbedaan pendapat tentang wajibnya mandi karena haid dan nifas [11]
Adapun Nifas, dalilnya adalah Ijma’ sebagaimana telah dinukil oleh An-Nawawy dan Ibnu Qudamah diatas.

Kata Ibnu Qudamah : Nifas sama dengan haid karena sesunguhnya darah nifas adalah darah haid, karena itu ketika seorang wanita hamil maka dia tidak haid sebab darah haid tersebut dialihkan menjadi makanan janin. Maka tatkala janin tersebut keluar, maka keluar juga darah karena tidak ada pengalihannya maka dinamakan nifas.[12]

Kata Asy-Syirazy : Adapun darah nifas maka mewajibkan mandi karena sesungguhnya itu adalah haid yang terkumpul, dan diharamkan puasa dan jima’ dan gugur kewajiban sholat maka diwajibkan mandi seperti haid [13]

Empat : Orang kafir yang masuk Islam.
Apakah dia kafir asli atau murtad, ia telah mandi biasa sebelum islamnya atau tidak, didapati darinya ketika masih kafir, apa-apa yang mewajibkan mandi atau tidak.

Dalil-dalilnya :
a. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim tentang kisah Tsumamah bin Utsal radhiyallahu ‘anhu yang sengaja mandi[14] kemudian menghadap kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam untuk masuk Islam.

b. Hadits Qois bin A’shim radhiyallahu ‘anhu :
“Saya mendatangi Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam untuk masuk Islam maka Nabi memerintahkan kepadaku untuk mandi dengan air dan daun bidara”.[15]

Sisi pendalilannya
: bahwasanya ini adalah perintah dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Dan asal dari perintah menunjukkan hukum wajib kecuali kalau ada dalil lain yang menurunkan derajatnya. Wallahu A’lam.[16]

Lima: Meninggal (mati)
Maksudnya wajib bagi orang yang hidup untuk memandikan orang yang meninggal.

Adapun dalil-dalilnya :
1. Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang orang yang jatuh dari ontanya dan meninggal, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara dan kafanilah dengan dua baju”. [17]

2. Hadits Ummu ‘Athiyah tatkala anak Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam meninggal, beliau bersabda : “Mandikanlah dia tiga kali atau lima atau tujuh atau lebih jika kalian melihatnya dengan air dan daun bidara”.[18]


TATA CARA MANDI JUNUB
 terbagi menjadi 2 cara :
1. Cara yang mujzi` (yang mencukupi/memadai)
2. Cara yang sempurna
Faedah:
Kata Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : batasan antara cara yang sempurna dengan yang cukup adalah apa-apa yang mencakup wajib maka itu sifat cukup, dan apa-apa yang mencakup wajib dan sunnah maka itu sifat sempurna. [19]

Adapun tata cara yang mujzi`:
1. Niat Akan Melaksanakan Mandi Junub Bukan Sekedar Mandi Biasa.
Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap orang sesuai dengan apa yang dia niatkan”. [20]
Penggalan yang pertama bermakna ia berniat untuk mengerjakan mandi junub, bukan mandi mandi seperti biasa. Penggalan yang kedua bermakna ia meniatkan mandi junub tersebut dalam rangka mentaati Allah dan RasulNya.

2. Menyiram Kepala Sampai Ke Dasar Rambut Dan Seluruh Anggota Badan Dengan Air.
Dalil-dalilnya :
1) Firman Allah Ta’ala :
“Dan jika kalian junub maka bersucilah”.[21]

Kata Ibnu Hazm : Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi-Pent) maka dia telah menunaikan kewajibannya yang Allah wajibkan padanya [22]

2) Hadits Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu :
“Kami (para shahabat) saling membicarakan tentang mandi junub di sisi Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam maka beliau berkata : Adapun saya, cukup dengan menuangkan air di atas kepalaku tiga kali kemudian setelah itu menyiramkan air ke seluruh badanku”. [23]

3). Dari ‘Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu[24], beliau berkata :
“Dan yang terakhir adalah diberikannya satu bejana air kepada yang orang yang terkena janabah lalu beliau (Nabi) bersabda : Pergilah dan tuangkanlah air itu atas dirimu“.

Kata Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak menjelaskan bagaimana cara menuangkan air kepada dirinya. Seandainya mandi itu wajib/harus sebagaimana tata cara mandinya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam (yang sempurna-pent.), tentunya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjelaskan kepada orang tersebut, karena menunda penjelasan pada saat dibutuhkan adalah tidak boleh”.[25]

Adapun Tata Cara Mandi Wajib Yang Sempurna:
Ada dua hadits yang menjadi pokok pendalilannya, yaitu hadits Aisyah dan hadits Maimunah radhiyallahu ‘anhuma.
Satu : Sifat mandi junub dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Lafazh hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah sebagai berikut :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ -وَفِيْ روَايَةٍ لِمُسْلِمٍ ثُمَّ يَفْرُغُ بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ- ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوْئَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يُخَلِّلًُ بِيَدَيْهِ شَعْرَهُ حَتَى إِذَا ظَنَّ أَنَّهُ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ

“Bahwasanya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kalau mandi dari janabah maka beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya –dalam riwayat Muslim, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya lalu beliau mencuci kemaluannya- kemudian berwudhu sebagaimana wudhunya untuk sholat kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam air kemudian menyela dasar-dasar rambutnya sampai beliau merasa telah sampainya air kedasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya.[26]

Dalam hadits diatas tidak disebutkan pensyaratan niat, namun itu tidaklah berarti gugurnya pensyaratan niat tersebut karena telah dimaklumi dari dalil-dalil lain menunjukkan disyaratkannya niat itu dan telah kami sebutkan sebagaian darinya dalam pembahasan diatas.

Maka dari hadits ‘Aisyah diatas dapat disimpulkan sifat mandi junub sebagai berikut :
1. Mencuci kedua telapak tangan.

Dan ada keterangan dalam salah satu riwayat Muslim dalam hadits ‘Aisyah ini bahwa telapak tangan dicuci sebelum dimasukkan ke dalam bejana.
2. Menuangkan air dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya.

3. Berwudhu dengan wudhu yang sempurna sebagaimana berwudhu untuk sholat.

4. Memasukkan kedua tangan kedalam bejana untuk menciduk air dengan sekali cidukan, kemudian menuangkannya diatas kepala. Kemudian memasukkan jari-jari diantara bagian-bagian rambut dan menyela-nyelainya sampai ke dasar rambut di kepala.

5. Menyiram kepala tiga kali dengan tiga kali cidukan.

Dan diterangkankan dalam hadits ‘Aisyah riwayat Muslim :
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bila mandi dari junub, maka beliau meminta sesuatu (air) seperti Hilab (semacam kantong yang dipakai untuk menyimpan air susu yang diperah dari binatang), kemudian beliau mengambil air dengan telapak tangannya maka beliau memulai dengan bagian kepalanya sebelah kanan kemudian yang kiri, kemudian beliau (menuangkan air) dengan kedua tangannya diatas kepalanya”.

6. Kemudian menyiram air kesemua bagian tubuh.

Tambahan:
Hendaknya memulai dengan anggota-anggota badan bagian kanan
Hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dan Muslim :
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyenangi yang kanan dalam bersendal (sepatu), bersisir, bersuci dan dalam seluruh perkaranya”.[27]
Dua : Sifat mandi wajib dalam hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha.
Adapun cara yang kedua :
Lafazh hadits Maimunah bintul Harits radhiyallahu ‘anha adalah sebagai berikut :

وَضَعْتُ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَضُوْءَ الْجَنَابَةِ فَأَكْفَأَ بِيَمِيْنِهِ عَلَى يَسَارِهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ ثُمَّ ضَرَبَ يَدَهُ بِالأَرْضِ أَوِ الْحَائِطِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى رَأْسِهُ الْمَاءَ ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ ثُمَّ تَنَحَّى فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ فَأَتَيْتُهُ بِخِرْقَةٍ فَلَمْ يُرِدْهَا فَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدَيْهِ.

“Saya meletakkan untuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam air mandi janabah maka beliau menuangkan dengan tangan kanannya diatas tangan kirinya dua kali atau tiga kali kemudian mencuci kemaluannya kemudian menggosokkan tangannya di tanah atau tembok dua kali atau tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air) kemudian mencuci mukanya dan kedua tangannya sampai siku kemudian menyiram kepalanya kemudian menyiram seluruh tubuhnya kemudian mengambil posisi/tempat, bergeser lalu mencuci kedua kakinya kemudian saya memberikan padanya kain (semacam handuk-pent.) tetapi beliau tidak menginginkannya lalu beliau menyeka air dengan kedua tangannya. [28]

Dalam sifat mandi junub riwayat Maimunah diatas berbeda dengan sifat mandi junub dalan hadits ‘Aisyah pada beberapa perkara :
Dalam hadits Maimunah ada tambahan menggosokkan tangan ke tanah atau tembok.

Dalam hadits Maimunah tidak ada penyebutan menyela-nyelai rambut.

Dalam salah satu riwayat Bukhary-Muslim pada hadits Maimunah ada penyebutan bahwa kepala disiram tiga kali, namun tidak diterangkan cara menuangkan air diatas kepala sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah.

Juga riwayat diatas menunjukkan bahwa tidak ada pengusapan kepala dalam hadits Maimunah. Yang ada hanyalah menyiram kepala tiga kali.
Dalam hadits Maimunah mencucikan kaki dijadikan pada akhir mandi sedangkan dalam hadits ‘Aisyah mencuci kaki ikut bersama dengan wadhu.

Catatan Penting
Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa memang ada beberapa perbedaan antara hadits ‘Aisyah dan hadits Maimunah dan itu banyak terjadi dalam beberapa ‘ibadah yang dikerjakan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Yaitu beliau kerjakan ‘ibadah tersebut dengan bentuk yang berbeda-beda untuk menunjukkan kepada umat bahwa ada keluasan dalam bentuk-bentuk ‘ibadah tersebut. Sepanjang ada tuntunan dalam Syari’at yang menjelaskan bentuk-bentuk ‘ibadah tersebut maka boleh dikerjakan seluruhnya atau dikerjakan secara silih berganti.[29]


Beberapa permasahan terkait:
1. Disyariatkan menyela-nyelai jenggot
Diambil dari hadis Aisyah: “kemudian menyela-nyelai dengan jari-jarinya dasar-dasar rambut”
Menunjukkan umumnya rambut jenggot dan kepala walaupun yang paling nampak didalamnya adalah rambut kepalanya.[30]

2. Tidak ada perbedaan tata cara mandi janabah antara laki-laki dan wanita, hanya saja bagi wanita kecuali dalam hal membuka kepang rambutnya. Dan membuka kepang rambut bagi perempuan tidaklah wajib bila air dapat sampai ke pangkal rambut tanpa membuka kepangnya.

Sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha : “Sesungguhnya ada seorang perempuan bertanya : wahai Rasulullah, sesungguhnya saya perempuan yang sangat keras kepang rambutku apakah saya harus membukanya untuk mandi janabah ? Rasulullah menjawab : Tidak, sesungguhnya cukup bagi kamu untuk menyela-nyelai kepalamu tiga kali kemudian menyiram air diatasnya, maka kamu sudah suci”.[31]

3. Adapun orang yang haid atau nifas, maka tata cara mandinya sama dengan mandi janabah kecuali dalam beberapa perkara:

a. Disunnahkan baginya untuk mengambil potongan kain, kapas atau yang sejenisnya kemudian diberi wangi-wangian/harum-haruman kemudian dioleskan/digosokkan pada tempat keluarnya darah (kemaluannya) untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap.[32]

b. Disunnahkan pula untuk mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana hadist ‘Aisyah diatas dan disunnahkan bagi wanita untuk membuka kepang rambutnya[33]

4. Tidaklah makruh mengeringkan badan dengan kain, handuk, tissu atau yang sejenisnya, karena tidak adanya dalil yang menunjukkan hal tersebut, dan hukum asal sesuatu adalah mubah (boleh). Tapi tidaklah diragukan bahwa yang paling utama adalah membiarkannya tanpa dikeringkan berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Bukhary-Muslim :

“Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengakhirkan sholat ‘Isya sampai mendekati pertengahan malam. Maka keluarlah ‘Umar lalu berkata : “Wahai Rasulullah, para perempuan dan anak kecil telah tidur’. Maka keluarlah beliau dan kepalanya masih meneteskan air seraya berkata : “Andaikata tidak memberatkan umatku atau manusia maka saya akan memerintahkan mereka untuk melakukan sholat (‘Isya) pada waktu ini”.[34]

5. Sudah cukup mandi dari wudhu, maka barang siapa yang mandi dan tidak berwudhu maka sudah terangkat darinya dua hadats, yaitu hadats kecil dan hadats besar dan boleh baginya untuk sholat.

Kata Imam Al-Baghawy : Dan ini adalah pendapat kebanyakan para ulama dan diriwayatkan dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin Umar mandi kemudian berwudhu, maka saya berkata padanya : wahai bapakku bukankah cukup bagimu mandi dari wudhu ? Ibnu Umar menjawab : iya, akan tetapi saya kadang-kadang memegang kemaluanku, maka saya berwudhu.[35]

6. Tidak disyaratkan berwudhu lagi sesudah mandi janabah, karena Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam langsung sholat sesudah mandi janabah tanpa berwudhu lagi,[36]

7. Tidak boleh dan tercelanya berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air dalam wudhu dan mandi junub.[37]