Banjarmasin merupakan
wilayah yang sebagian besar dikelilingi oleh air, karenanya selain dikenal
sebagai negeri “seribu sungai dan seribu menara” hal ini disebabkan
karena banyaknya sungai-sungai yang membentang ditengah-tengah Kalimantan
Selatan khususnya kota Banjarmasin baik itu sungai kecil atau besar. Wilayah
ini juga sangat populer dengan julukan “Negeri Lambung Mangkurat” dengan
motto “waja sampai kaputing”. Hal ini dilatarbelakangi dari historikal
sejarah Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin tempat berdirinya kerajaan
Banjar dan anak-anak keturunannya yang penyebarannya sampai Hulu Sungai Utara.
Provinsi Kalimantan
Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin memiliki banyak potensi lokasi wisata
untuk dikembangkan, baik berupa Wisata Alam, Wisata Buatan Modern, Wisata
Religius, Wisata Sejarah/ Budaya dan Wisata Adat khas Melayu Banjar. Salah satu
objek wisata yang dikembangkan daerah provinsi Kalimantan Selatan adalah objek
wisata alam Pulau Kembang. Sesuai dengan ruang yang tersedia pada tulisan ini,
penulis akan memaparkan sekilas sejarah Pulau Kembang.
Pulau Kembang berada
dikawasan konservasi di bawah pemangkuan Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Kalimantan Selatan seluas 60 Ha. Pulau yang terletak dikawasan muara Sungai
Barito ini tidak dihuni manusia namun didominasi oleh fauna seperti kera ekor
panjang dan bekantan. Meskipun tidak dihuni manusia pulau ini memiliki
keterkaitan dengan masyarakat Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin. Pulau
kembang juga biasa dijadikan tempat ziarah bagi orang-orang yang memiliki
nadzar tertentu. Pulau ini juga sering dikunjungi oleh penduduk Kota
Banjarmasin dari berbagai etnis terutama dari etnis Banjar dan Cina. Masyarakat
meyakini pulau ini mempunyai riwayat serta mitos yang unik berdasarkan
kepercayaan masyarakat yang ada
Dahulu diantara
nusantara terdapat kerajaan-kerajaan, baik kerajaan yang besar maupun kecil. Di
Banjarmasin tepatnya Muara Kuin berdiri sebuah Kerajaan. Dalam penuturan yang
diterima masyarakat secara turun-temurun diceritakan bahwa dalam kerajaan
tersebut ada seorang Patih yang sangat sakti, berani dan gagah perkasa bernama
Datu Pujung.
Datu Pujung ini
merupakan andalan dan benteng pertahanan terhadap orang-orang yang ingin
menguasai atau berbuat jahat pada Kerajaan Kuin. Suatu ketika seperti yang
dikisahkan orang tua dahulu datang sebuah kapal Inggris dengan membawa
penumpang yang moyoritasnya orang Cina. Mereka diketahui ingin tinggal dan
menguasai kerajaan Kuin. Untuk tercapainya niat mereka itu tentu mereka harus
berhadapan dengan Datu Pujung. Ada ketentuan dan persyaratan yang diberikan
oleh Datu Pujung jika ingin menguasai Kerajaan Kuin yaitu harus dapat melewati
ujian yang ditetapkan yakni mesti bisa membelah kayu besar tanpa alat atau
senjata. Ternyata persyaratan dari Datu Pujung ini tidak dapat dipenuhi oleh
mereka yang ingin menguasai kerajaan tersebut. Demikian setelah itu Datu Pujung
memperlihatkan kesaktiannya dan dengan mudah membelah kayu besar itu tanpa
alat. Datu Pujung membuktikan kepada orang-orang yang datang berlayar itu bahwa
persyaratan yang diajukan bukanlah omong kosong atau sesuatu yang mustahil.
Disebabkan para pendatang yang ada dalam kapal Inggris itu tidak dapat memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan, maka oleh Datu Pujung diminta untuk
membatalkan niat mereka menguasai kerajaan Kuin dan agar segera kembali ke
negeri asalnya. Namun mereka bersikeras ingin tinggal dan menguasai Kerajaan
Kuin sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena mereka mamaksakan
kehendaknya, akhirnya Datu Pujung dengan kesaktiannya menenggelamkan kapal
beserta seluruh penumpang yang ada didalammnya.
Setelah sekian lama,
bangkai kapal yang ada dipermukaan air itu menghalangi setiap batang kayu yang
hanyut. Dari hari ke hari semakin banyak kayu-kayu yang bersangkutan hingga
menjadi sebuah tumpukan dan kemudian dari tumpukan itu tumbuhlah pepohonan
hingga jadilah sebuah pulau yang ada di tengah sungai. Cerita tentang
tenggelamnya kapal dengan para penumpangnya yang kebanyakan etnis Cina tersebut
menyebar dari mulut ke mulut. Sehingga mereka yang berasal dari keturunan Cina
pun banyak yang mengunjungi pulau tersebut untuk mengenang dan memberikan
penghormatan kepada jasad yang terkubur
di situ. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya sebuah
tempat penyembahyangan orang Cina. Maka jadilah pulau ini sebagai tempat
penyampaian doa dan nadzar, terutama bagi
mereka yang mempunyai ikatan batin atas keberadaan pulau itu.
hajat tertentu
Dahulu satiap orang yang berkunjung ke sana membawa
sejumlah untaian kembang (bunga-bungaan), dan karena berlangsung sepanjang
waktu dengan waktu yang lama terjadilah tumpukan kembang yang sangat banyak.
Mereka yang melintasi pulau itu selalu melihat dan menyaksikan tumpukan kembang
yang begitu banyak. Karena selalu menarik perhatian bagi mereka yang melintasi
tempat ini dan menjadi penanda maka untuk menyebutnya diberi nama dengan Pulau
Kembang. Lama-kelamaan nama Pulau Kembang semakin dikenal dan ramai dikunjungi
orang dengan niat dan tujuan yang berbeda-beda. Misalnya ada yang mengeramatkan
atau sekedar ingin tahu keberadaan Pulau Kembang yang telah melegenda itu.
Sekarang pun masih banyak ditemui kunjugan dari mereka yang punya
Dari manakah asal usul
kera Pulau Kembang ? dalam sebuah cerita disebutkan ada salah satu dari
keturunan raja di Kuin tidak dikaruniai keturunan. Menurut ramalan ahli nujum
pada saat itu jika ingin memiliki anak maka harus berkunjung ke Pulau Kembang
dengan mengadakan upacara badudus (mandi-mandi). Ramalan dan nasihat ahli nujum
ini dilaksanakan oleh kerajaan. Setelah beberapa waktu sepulang mengadakan
upacara di Pulau Kembang ternyata istri dari keturunan raja yang dimaksud
hamil. Begitu bahagianya keluarga raja mendengar hal gembira tersebut. Maka
raja yang berkuasa memerintahkan petugas kerajaan untuk menjaga pulau tersebut
agar tidak ada yang merusak dan mengganggunya.
Petugas kerajaan yang
mendapatkan perintah menjaga Pulau Kembang itu membawa dua ekor kera besar,
jantan dan betina yang diberi nama si Anggur. Konon menurut cerita yang beredar
setelah sekian lama petugas kerajaan ini menghilang secara ghaib tak diketahui
kemana perginya. Sedangkan kera yang ditinggalkan berkembang biak dan menjadi
penghuni Pulau Kembang.