1. Mata
pencaharian
Dari beberapa
prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali kuna dapat diketahui mengenai
kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Bali kuna. Umumnya penduduk pulau
Bali sejak zaman dahulu hidup terutama dari bercocok tanam. Dalam prasasti
Songan Tambahan salah sebuah prasasti dari raja Marakata ada
disebutkan istilah-istilah yang berhubungan dengan cara mengolah sawah dan
menanam padi yaitu : amabaki, atanem, amantum, ahani, anutu. Proses penanaman
padi pada waktu itu disebut sebagai berikut, yaitu dimulai dengan mbakaki
(pembukaan tanah), kemudian mluku (membajak tanah), tanem (menanam padi),
mantum (menyiangi padi), ahani (menuai padi) dan nutu (menumbuk Padi).
Dari keterangan
di atas jelaslah bahwa pada masa pemerintahan Raja Marakata, bahkan
mungkin pula pada masa sebelumnya, pertanian khususnya pengolahan tanah di Bali
telah maju. Hidup berkebun juga telah umum pada masa itu. Macam-macam tanaman
yang merupakan hasil perkebunan antara lain adalah nyu (kepala), kelapa kering
(kopra), hano (enau), kamiri (kemiri), kapulaga, kasumbha (kesumba), tals
(ales, keladi), bawang bang (bawang merah), pipakan (jahe), mula phala (wartel
dan umbi-umbian lainnya), pucang (pinang), durryan (durian), jeruk, hartak
(kacang hijau), lunak atau camalagi (asam), cabya (nurica), pisang atau byu,
sarwaphala (buah-buahan), sarwa wija atau sarwabija (padi-padian), kapas, kapir
(kapuk randu), damar (damar).
2. Pendidikan
Karena
terbatasnya sumber mengenai keadaan pendidikan pada zaman Bali kuno maka untuk
mengetahuinya akan dicoba menelusuri dari segi kehidupan masyarakat pada masa
itu. Mengingat bahwa pada masa itu telah dikenal keahlian-keahlian khusus
seperti : pande, undagi, pemahat, pemotong dan lain sebagainya, maka tentunya
keahlian tersebut didapat dengan cara belajar.
Proses belajar
dan mengajar antara seorang guru dengan muridnya dilakukan pula di
asrama-asrama pendeta yang telah banyak ada pada zaman Bali kuno. Dalam
prasasti-prasasti ada disebutkan nama-nama antara lain, prasasti Tengkulak A
menyebutkan : Sang Hyang mandala ring Amarawati. Prasasti Tengkulak E
menyebutkan : Amarawati-Acarama, prasasti Tengkulak C menyebutkan : Katyagan i
hani Songan Tambahan. Salah satu asrama yang paling terkenal pada zaman Bali
kuna ialah Asrama Amarawati, yang menurut pendapat R. Goris yang
dimaksud adalah kompleks Candi Gunung Kawi sekarang. Hasil-hasil kesusastraan
yang diciptakan di Bali baru mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem
Waturenggong (1460 - 1550). Lebih-lebih setelah perpustakaan Majapahit
dibawa ke Bali. Pada zaman itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda
Sakti Wau Rauh) yang menciptakan banyak kitab-kitab kesusastraan. Ketika
itulah kesusastraan Bali mengalami zaman keemasannya. Pada zaman pemerintahan
Dalem Waturenggong inilah disusun bermacam-macam lontar tentang ke Tuhanan,
sesana (kesusilaan), wariga (ilmu perbintangan), usada (pengobatan), babad
(sejarah), itihasa (parwa, geguritan) dan lain sebagainya.
3. Kesusastraan
Untuk
mengetahui mengenai keadaan dan perkembangan kesusastraan pada zaman Bali kuno,
maka perlu mengetahui hubungan sejarah dan kekeluargaan antara Bali dan Jawa
Timur pada masa itu. Hasil-hasil kesusastraan yang diciptakan di Bali baru
mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550).
Lebih-lebih setelah pustakaan Majapahit banyak dibawa ke Bali. Pada zaman
itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang
mengarang banyak kitab-kitab kesusastraan.
4. Kesenian
Dalam pandangan
masyarakat pada umumnya, pengertian kesenian (seni) sering disamakan begitu
saja dan malah sering dikacaukan dengan keindahan. Kita sering pula berpendapat
bahwa semua yang indah itu bernilai seni. Jadi pengertian kesenian dan
keindahan berbauran saja tanpa ada pembatasannya. Sebenarnya tidak semua yang
indah itu bernilai seni, sebab ada keindahan yang merupakan atau yang tidak
termasuk karya seni, atau sebaliknya tidak semua kesenian (karya seni) itu
indah. Secara garis besarnya hasil kegiatan estetika manusia itu meliputi tiga
kegiatan seni antara lain:
a. Kenyataan lahiriah (kesenian/karya seni).
b. Aktivitas (tindakan yang memungkinkan lahirnya karya
seni).
c. Perasaan yang bersangkutan dengan karya seni.
Macam-macam Karya Seni (Kesenian)
Kesenian atau
keindahan seni dalam arti luas meliputi seni sastra, seni bangunan, seni arca,
seni tari, seni suara/vokal, seni tabuh dan berbagai jenis kesenian yang
dipentaskan. Dari pembacaan teks prasasti-prasasti yang telah ditemukan sampai
saat ini dapat diketahui bahwa pada zaman Bali kuno telah hidup beberapa cabang
kesenian seperti seni tari, seni tabuh, seni suara/vokal, lawak, dan beberapa
jenis seni tontonan lainnya. Tetapi nama-nama kesenian atau tontonan yang
disebutkan didalam prasasti-prasasti tidaklah seluruhnya dapat kita
identifikasikan dengan cabang-cabang kesenian atau tontonan yang masih hidup
sampai dewasa ini. Nama-nama cabang kesenian yang paling banyak diketahui ialah
dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu.
Seni Pahat dan Seni Lukis
Selanjutnya
kesenian lainnya yang dikenal ialah semacam kesenian yang disebut Culpika
dan Citakara. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia istilah-istilah
tersebut berarti : pemahat patung untuk istilah Culpika dan pelukis untuk
istilah Citrakara. Istilah-istilah tersebut memberikan suatu gambaran bahwa
pada masyarakat Bali kuno sudah ada orang mempunyai keahlian di bidang seni
pahat dan seni lukis. Hanya saja data-data mengenai hal ini tidak banyak kita
temukan dalam sumber-sumber tertulis seperti prasasti pada umumnya. Hanya
beberapa prasasti yang memuat tentang seni tersebut.
Seni bangunan
Prasasti-prasasti cukup banyak
menyebutkan nama-nama bangunan khususnya bangunan suci keagamaan, disamping itu
juga bangunan suci sebagai pedharman seorang raja atau pejabat tinggi kerajaan
atau juga seorang permaisuri kerajaan. Tetapi sayang banyak tempat yang
disebutkan dalam prasasti sebagai tempat lumah (wafat) seorang raja atau
permaisuri raja belum diketahui lokasinya hingga sekarang. Selain jenis
bangunan tersebut, juga ditemukan jenis bangunan yang disebut wihara atau
pertapaan. Semua jenis bangunan yang merupakan peninggalan dari zaman kuno itu
beberapa diantaranya masih dapat ditemukan sampai saat ini antara lain : Prasada
di Pura Magening (Tampaksiring), kompleks percandian Gunung Kawi, Goa Gajah,
Wihara-wihara/pertapaan-pertapaan di sepanjang sungai Pakerisan dan Kerobokan
dan lain sebagainya. Dari bangunan-bangunan tersebut dapat diketahui bahwa ada
unsur keindahan yang mewarnai gaya bangunan atau arsitektur. Seni bangunan atau
arsitektur yang terlihat pada bangunan-bangunan meliputi : bentuk bangunan,
tata letak dan penentuan atau pemilihan lokasi. Aspek-aspek arsitektur ini
kemudian sangat menentukan rasa puas atau tidaknya si pemilik bangunan baik
lahir maupun bathin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar